Pada 18 Juni hingga 24 Juni kemarin, aku mengikuti kegiatan Jambore Anak Sekolah Minggu HKBP. Bukan sebagai sekolah minggunya ya hahaha.. Aku terpilih di kegiatan itu sebagai konselor. Untuk diketahui, konselor ini adalah seorang yang menjadi pemandu sebuah kelompok anak sekolah minggu pada saat kegiatan jambore berlangsung. Ia akan mengarahkan sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa anak sekolah minggu tentang seluruh kegiatan yang akan diikuti. Kebetulan sekali aku mendapat tugas menjadi 'Ia' ini. Aku sangat antusias karena aku tahu ini akan menjadi pengalaman berharga bagiku juga menjadi sebuah big step dalam studi pelayananku. Melayani sekolah minggu adalah salah satu prioritas kami.
Pada tiga hari pertama kami mendapat pembekalan terlebih dahulu dari beberapa pihak yang memiliki kapasitas dalam kegiatan ini. Turut juga bapak Kadep Koinonia, Pdt. Dr. Martongo Sitinjak memberikan kami pencerahan tentang tantangan besar yang akan kami hadapi. Kegiatan yang akan mengikutsertakan calon-calon jemaat kami di masa depan. Ya, anak-anak sekolah minggu itu adalah calon-calon jemaat kami di masa depan. Mereka nantinya akan tumbuh dengan profesi dan pendidikan yang berbeda.
Namun untuk saat ini, mereka akan berkumpul dalam satu kegiatan yang diharapkan mengedukasi, meningkatkan spiritualitas, meningkatkan kecintaan akan gerejanya sendiri, terutama meningkatkan cinta kasihnya terhadap Kristus, sang raja gereja. Jambore Anak Sekolah Minggu HKBP, demikian kegiatan itu disebut - kegiatan yang telah dilakukan sejak 2017 silam.
Pada saat mengikuti kegiatan ini, begitu banyak pelajaran berharga yang aku dapat. Bagaimana menghadapi anak-anak dengan beragam latar belakang, beragam perlakuan dari orangtua, uang jajan yang berbeda jumlahnya, hingga harga pakaiannya yang berbeda jumlahnya. Sebisa mungkin aku berusaha agar mereka tidak terlalu menghiraukan perbedaan itu.
Pun aku harus tahu caranya menenangkan seorang anak yang sedang menangis, karena sedang merindukan orangtuanya di rumah. Ya, jujur saja aku harus banyak menahan diri. Menahan emosi saat mereka kadang tidak mau diajak kompromi, menahan lapar saat harus mendahulukan mereka ketika makan sehingga akhirnya tidak kedapatan makanan. Namun aku merasa bahagia, saat kulihat mereka tersenyum sembari menikmati setiap game, kegiatan edukatif nan asyik, snack, hingga makan. Momen-momen ini seolah menjadi mata kuliah gratis yang kudapatkan selama seminggu.
Terima kasih atas pengalaman berharga, semoga aku bisa merasakannya lagi tahun depan.
Terlibat di dalam Foto
Desmon Lumbantoruan (2017)
Rizky Hutabarat (2017)
Jhonatan Pangaribuan (2017)
Salomo Tambunan (2017)
Mahasiswa Sekolah Tinggi Guru Huria
0 Komentar