Latihan Kompetensi Profesi di Seminari untuk Calon Pelayan HKBP

Sejak 26 Maret lalu — setelah diumumkan nama-nama calon pelayan HKBP yang lulus Ujian — aku dan teman-teman yang lain diundang untuk ikut tahap selanjutnya. Tahap itu sudah akrab dikenal sebagai "pembinaan" untuk para calon pelayan sebelum berangkat ke pelayanan masing-masing. Seperti biasa pembinaan itu akan mengambil tempat di Seminari Sipoholon, komplek kampus STGH HKBP sekarang. Namun, agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana masa pembinaan dilakukan hanya selama dua hingga empat minggu, tahun ini kami akan menjalani pembinaan selama sekitar 13 minggu atau tiga bulan.

Sesuai dengan peraturan kepersonaliaan HKBP yang baru, calon pelayan HKBP wajib mengikuti pembinaan bertajuk "Pelatihan Kompetensi Profesi dan Perubahan Perilaku Organisasi" selama enam bulan. Namun, untuk tahun ini kami cukup beruntung. Masa pembinaan dipotong menjadi tiga bulan karena satu dan dua alasan tertentu. Itu pun, walau sudah dipotong menjadi tiga bulan, ternyata tetap terasa sangat lama. Hari-hari berganti dengan cukup terasa. Setelah Pelatihan Kompetensi Profesi inilah kami akan menjalani Pembinaan LPP atau Latihan Praktek Pelayanan.

Adapun selama Pelatihan Kompetensi atau sebut saja pembinaan, kami akan mengikuti berbagai sesi, baik tentang bidang pelayanan HKBP maupun topik-topik teologis hangat yang saat ini beredar di seputar HKBP. Ada juga beberapa sesi terkait pendalaman dokumen-dokumen gerejawi HKBP seperti Agenda, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangion atau RPP, Aturan dohot Paraturan, dan sebagainya. Beberapa pembicara seperti Pdt. Binsar Pakpahan yang mengajar di STFT Jakarta, Pdt. Nelson F. Siregar, emeritus Kadep Diakonia HKBP, dan pembicara lainnya, termasuk pimpinan HKBP telah membagikan materinya melaui ceramah kepada kami peserta pembinaan.

Pembinaan yang kami "hidupi" tanpa handphone selama 12 jam per hari itu, tidak hanya memuat ceramah ataupun sharing pelayanan di kelas. Ada juga beberapa saat, ketika kami ditugaskan untuk melakukan penelitian analisis masyarakat di seputar Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu, kami juga diberangkatkan ke lembaga-lembaga pelayanan sosial HKBP untuk mengikuti live in dan belajar tentang pelayanan di lembaga-lembaga tersebut. Aku sendiri dan 37 teman lainnya, baik dari unsur Calon Pendeta, Calon Guru, Calon Bibelvrouw, dan Calon Diakones diberangkatkan ke Panti Karya Hephata HKBP yang ada di Laguboti. Teman-teman yang lain diberangkatkan ke Rumah Sakit HKBP Balige, AIDS Ministry, Panti Anak Elim, dan lembaga lainnya.

Selain mengikuti pembinaan di Seminari Sipoholon, teman-teman Calon Pendeta secara bergantian (3 gelombang) mengikuti pembekalan pelayanan berbasis Bahasa Inggris dan Digital di Wisma Tabor, Parapat yang ditanggungjawabi oleh APIIS (PIC Indonesia) atas kerjasamanya dengan HKBP. Mendengar cerita mereka, di sana mereka dibekali untuk mampu menggunakan sosial media dan berbagai bahasa untuk menyampaikan injil. Digital Ministry sebagai tema aktual pelayanan semakin mendesak untuk dikuasai oleh pelayan, bukan hanya Calon Pendeta saja, tetapi juga semua Pelayan HKBP.

Saat aku menulis cerita ini, kami sudah berada di satu bulan terakhir masa pembinaan kami. Pasti ada rasa bosan dan jenuh dalam pikiran, terutama untukku. Namun, ada partner teman dan kelurga yang selalu memberi semangat tak berkesudahan. Khusus untuk partnerku, walaupun kami terpisah jarak sementara, komunikasi berbasis saling support tetap kami jalani. Pendeta Ressort Laguboti selaku mentorku juga meyakinkanku untuk mengikuti dengan taat pembinaan ini. Dan yang terutama, ada mimpi yang harus diwujudkan. Dan ada tugas yang harus diemban dan dilaksanakan. Di setiap penghujung hari, aku selalu mengucap syukur karena satu hari sudah terlewati.

Semoga melalui Pelatihan Kompetensi ini aku mendapatkan lebih banyak bekal untuk pelayananku nantinya. Aku yakin, aku akan lebih dimampukan dan diperkaya sebelum mengikuti pembinaan LPP dan terutama sebelum berangkat ke tempat pelayanan.

0 Komentar