A. Perubahan
Perspektif tentang Etika
Dalam bacaan ini, saya melihat peran ‘membaca’
sangat penting dalam mempengaruhi perspektif seseorang tentang Etika, secara
khususnya mahasiswa teologi. Membaca Alkitab merupakan hal perlu dalam memahami
pembentukan moral. Dengan megarahkan perhatian terhadap pembacaan Alkitab,
seseorang akan diarahkan pada apa yang dilakukan oleh Allah di dalam Yesus
Kristus. Selain itu, para teolog juga memberi pengaruh terhadap perspektif
tentang etika. Para Teolog tersebutlah yang mengarahkan kita kepada pentingnya
ibadah dan agar kita boleh belajar bagaimana hidup dan berfikir dengan
mengimani apa yang dilakukan oleh Allah di dalam Yesus.
B. Pengaruh
Tradisi, Pemahaman ‘Etika Kuno’ dan Pandangan Teolog
Dalam
bacaan ini, saya melihat bahwa adanya keterkaitan antara pembentukan
Kekristenan dan bentuk-bentuk etika kuno. Plato dan Aristoteles berasumsi bahwa alasan satu-satunya
mempelajari filosofi adalah untuk menjadi baik. Filosofi bukanlah ide yang
harus dipertimbangkan oleh seseorang, melainkan suatu hal yang harus dihidupi.
Selain itu dalam tulisan ini, saya juga melihat bahwa etika
Kristen mendapat pengaruh dari tradisi-tradisi lokal dan juga pemikiran para
teolog. Para teolog tersebut telah berpartisipasi dalam mengarahkan kita untuk
memperhatikan pentingnya ibadah sehingga kita dapat belajar bagaimana hidup dan
berpikir dengan cara-cara yang setia pada apa yang telah dilakukan Allah dalam
Yesus Kristus. Baik Perubahan perpektif tentang etika dapat ditunjukkan dengan
menarik perhatian pada pembaca. Alkitab sebagai dasar moral, pada Kristen
mula-mula, dalam menelaah isi kitab suci dengan baik, maka haruslah dia masuk
dalam komunitas demi menguasainya. James Gustavo mengatakan bahwa Kekristenan dahulu
memiliki kesinambungan dengan bentuk-bentuk etika kuno. Plato dan Aristoteles mengatakan tujuan filosopi adalah untuk
menjadi baik. Bahwa Filsafat bukanlah
hasil dari pemikiran seseorang dalam menetukan keadaannya, tetapi
merupakan gagasan yang memuat tentang
cara hidup atau pedoman dalam menjalankan kehidupan yang baik. Bagaimana
Arsitoteles dalam kutipannya
mengatakan bahwa dalam membangun diri, kita harus mampu mengendalikan diri dan
berani mengambil tindakan.
C. Kekristenan
berhadapan dengan Pagan
Bockmuel dalam tulisan menjelaskan bahwa kaum
Pagan bagaimanapun juga memandang Kekristenan sebagai
ajaran yang asing. Alasannya bukan dilihat dari bagaimana kedisiplinan dan
kebajikan yang harus dimiliki oleh seorang Kristen, melainkan karena orang
Kristen tidak hanya mengikut Yesus, mereka telah menyerahkan seluruh hidupnya
kepada Yesus, dan menyembah Yesus karena pengorbanan Yesus dalam menebus dosa
manusia. Yesus yang disembah mereka, adalah seorang “filsuf” yang asing bagi
kaum Pagan. Penulis juga mencantumkan nats Alkitab tentang Kekristenan yang
sesungguhnya, yakni dalam nats kitab Filipi 2:1-11. Dijelaskan Kekristenan
mula-mula tentang kehidupan moral, bagimana sikap yang harus dimiliki oleh
seorang Kristen kepada sesamanya. Rasul Paulus ketika berada di jemaat Filipi,
dia mengajarkan agar orang-orang Filipi menghidupi nyanyian pujian, karena
nyanyian pujian menggambarkan kerendahan hati yang sebagaimana seorang Kristen
yang harus memiliki kerendahan hati Kristus. Teks itu sebagai pengingat penting
bagi orang Kristen, mereka menyembah
Kristus sebelum kitab suci Perjanjian Baru ada.
D. Perbedaan
Yahudi dan Kristen
Dalam
bagian ini, saya melihat bagaimana para teolog memperlihatkan
perbedaan-perbedaan cara orang-orang Yahudi dengan orang-orang Kristen dalam merefleksikan
moral. Jika orang-orang Yahudi meyakini dan mengimani bahwa kebenaran berasal
dari kepatuhan terhadap hukum, maka orang Kristen mengimani bahwa manusia
dibenarkan hanya oleh karena anugerah dari Kristus dan bukan karena hokum
tersebut. Selain itu, orang Kristen lebih menempatkan cinta kasih itu sebagai
hal yang lebih penting dan lebih tinggi
daripada hukum. Jadi orang Kristen mengutamakan kasih karunia yang diterima
dari Allah, daripada sekadar memenuhi hokum. Itulah sebabnya injil menjadi
pegangan orang Kristen sebagai pengikut Yesus. Karena dalam injil tersebutlah
diberitakan tentang anugerah Yesus yang dicurahkan kepada umat-Nya.
Namun
demikian, ada pula tantangan yang harus dihadapi umat Kristen ketika itu dalam rangka
mempertahankan imannya. Dalam hal tersebut, mereka harus menghadapi masalah-masalah
yang mencoba menyerang orang-orang Kristen secara doktrinal.
Di mana orang-orang Kristen ketika itu diperhadapkan dengan ajaran atau
kepercayaan tentang keselamatan yang bukan merupakan karya Allah melalui Yesus
Kristus. Tugas teologi Kristen untuk melakukan penjelajahan atau menemukan
indikator penyebab kegagalan untuk bersaksi kepada Allah. Inilah hal-hal yang
kemudian dipelajari orang Kristen dengan mengakui dosa-dosa mereka, pengakuan
dengan sepenuh hati bahwa oleh karena anugerah yang dari Allah. Gereja ketika
itu teraniaya dan banyak orang Kristen mati martir dan kemartiran sangat
diperhitungkan sebelum terjadi dalam baptisan.
E. Peran
Gereja
Ada
masa di mana Gereja teraniaya. Namun hal tersebut bukanlah semata-mata menjadi kesempatan
yang dimanfaatkan Gereja sebagai pembuktian dalam kesetiaanya, melainkan
melalui penganiayaan tersebut, Gereja hadir menanamkan nilai-nilai kebaikan dan
karakter yang baik bagi penganutnya. Perayaan Ekaristi yang dilakukan oleh umat
Kristen ketika itu menjadi salah satu nilai yang ditanamkan oleh umat Kristen,
di mana melalui perayaan ekaristi tersebut,
mereka menyambut kedamaian sorgawi – dai Allah yang hendak diberitakan ke
seluruh dunia. Aksi mendukung kedamaian kota sebagai orang-orang yang
berpengharapan (Yeremiah 27) dan kedamaian Kristen merupakan salah satu nilai
yang ditanamkan oleh Kekristenan sebagai ciri yang menjadikan mereka sahabat
Allah.
Selain
Gereja hidup sebagai orang yang percaya dan hidup secara eskatologis menurut
imannya di mana mereka dipanggil untuk hidup sesuai dengan perintah Tuhan,
Gereja ketika itu harus mampu juga menjaga keadilan di dunia. Ketika Konstantinus
memberikan pengakuan terhadap Gereja pada abad keempat, Gereja kemudian
berkembang dan membentuk Kekristenan saat ini. Inilah kemudian yang menyebabkan
anggapan yang sebelumnya mengatakan bahwa Kekristenan merupakan ajaran yang
berbahaya dihilangkan. Ketika itu, orang-orang Kristen tidak lagi perlu
menderita atau bahkan meregang nyawa demi mempertahkankan iman mereka kepada
Yesus.
F. Pengakuan
Dosa sebagai Acuan Hidup orang Kristen
Menurut pembacaan saya terhadap buku The Church Before There Was Ethics
saya melihat bahwa pengakuan dosa dan rekonsiliasi menjadi salah satu acuan bagi
orang-orang Kristen untuk belajar tentang hidup dalam persekutuannya dan pemujiannya
kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Praktik penebusan melalui monastisisme pun mereka hidupi. Adapun monastik
adalah mereka yang dipanggil agar hidup dalam kemiskinan, kesucian, kepatuhan,
bersaksi tentang kehidupan yang jauh dari duniawi. Pada masa kaisar Agustinus,
Kekristenan mulai menemukan jati dirinya. Dalam karyanya berbentuk buku
yang berjudul The City Of God (kota
Allah) tentang kehidupan Kekristenan. Orang-orang Kristen dibentuk oleh karena
anugerah menjadi sumber kedamaian.
Hal-hal mendasari kehidupan orang Kristen ketika itu adalah Kekristenan
hidup dalam kebajikan yang dibentuk oleh cinta kasih yang daripada Tuhan, orang
Kristen harus mampu memahami jati diri
mereka dalam hubungan dengan kehidupan sosial, Gereja harus selalu dipihak yang
benar dan tidak tunduk kepada penguasa.
Pada masa Gereja mula-mula, identik dengan pengakuan dosa dan cara-cara
penebusan dosa dengan rekonsiliasi. Mereka mengakui semua dosa-dosanya, tidak
hanya dosa secara pribadi, tetapi juga untuk Gereja. Pada saat itu penebusan
dosa dilakukan dengan metode rekonsiliasi yang di biara mulai dipraktekkan di Gereja.
G. Peran
Dokumen Katekismus
Dalam Gereja, telah Katekismus
telah lama dipraktikkan di Gereja guna melatih orang-orang Kristen yang baru
dalam mempelajari hal-hal esensial dari iman. Dalam pembacaan saya dalam
tulisan ini, katekismus yang dibuat pada tahun 1357 tersebut memuat sepuluh
perintah, empat belas pembahasan tentang pengakuan iman, tujuh karya belas
kasihan, tujuh kebajikan, dan tujuh dosa. Namun demikian, ada kendala yang
harus dihadapi di mana keadaan jemaat Kristen pada Gereja abad pertengahan pada
umumnya masih dominan belum melek huruf sehingga mereka tentunya akan sulit
dalam memahami isi dari Katekismus tersebut, yang notabene adalah pedoman
menjadi murid Kristus.
H. Menghindar
dari Dosa daripada Berbuat Baik
Dalam
tulisan ini, saya mengutip pemahaman Aquinas yang menjelaskan bagaimana
orang-orang Kristen lebih memikirkan cara menghindar dari keberdosaan dari pada
menjadi orang baik. Namun demikian, Aquinas menambahkan bahwa manusia sudah
ditakdirkan sebagai teman Tuhan, Tuhan menuntun manusia melalui Roh Kudus dalam
setiap perbuatan baik yang manusia lakukan. Jadi perbuatan baik manusia tidak
hanya dirancang oleh manusia itu sendiri, namun ada tangan Tuhan yang menuntun
melalui Roh Kudus.
Aquinas
dalam hal tersebut berusaha memadukan filosofi Aristoteles untuk membantu dalam
pembentuk iman Kristen. Hal ini karena filosofi Aristoteles yang luar biasa.
Pemahaman yang dia tekankan ialah tentang “teologi alamiah”, yakni seseorang
harus melangkah sejauh mungkin dengan alasan alamiah tanpa ada bantuan dan kemudian
akan mendapatkan kebenaran melalui Wahyu. Lebih jauh lagi, bagi Aquinas,
kebajikan bukanlah bentuk cinta, melainkan kasih amal yang tidak lain adalah
karya Roh Kudus untuk membuat kita berteman dengan Tuhan.
TANGGAPAN
KRITIS
Setelah membaca tulisan di atas, saya
melihat bahwa sebelum adanya etika, pembentukan kekristenan telah mendapat
pengaruh dari ilmu-limu lain, misalnya filosofi-filosofi oleh para filsuf
ternama seperti Plato dan Aristoteles. Etika, yang kita dapatkan dalam bentuk
saat ini, sebenarnya merupakan bagian dari filsafat. Etika memang sejak dulu
sudah terdapat dalam filsafat, bahkan adalah bagian filsafat yang paling
matang. Hanya saja, penggunaan istilah etika secara langsung belum dikenal pada
saat itu. Maka, dalam praktiknya filsafat telah ikut serta dalam proses
pembentukan Kekristenan. Filsafat telah membantu pembentukan pedoman hidup bagi
Kekristenan. Selain itu, pendapat Aristoteles juga mendukung dan mengarahkan
kita tumbuhnya sikap etis kita terhadap hidup Kristen, misalnya dalam hal
menghargai ibadah.
Dalam
hal lain, saya melihat bahwa pembentukan Kekristenan sebelum adanya etika yang
dikenal saat ini, juga dipengaruhi oleh adanya perjumpaan antara Kekristenan
dan tradisi-tradisi local dan berbagai kepercayaan di sekitar pusat
perkembangan Kekristenan. Misalnya dalam hal beribadah, ada beberapa tradisi
local yang diangkat menjadi suatu ritus atau ibadah Kristen. Selain hal itu,
turut pula pembentukan Kekristenan diwarnai oleh adanya perbedaan di antara
Kristen dan kepercayaan-kepercayaan lain. Misalnya saat berhadapan dengan kaum
Pagan dan Yahudi atau bahkan pemerintah yang menentang mereka pada saat itu.
Melalui penentangan ini, muncullah sikap etis para pengikut Kristus di mana
mereka mempertahankan keyakinan dan iman mereka kepada Kristus meskipun mereka
diperhadapkan dengan tantangan-tantangan yang bahkan harus mengancam nyawa
mereka.
Namun
demikian, setelah Kekristenan kemudian mendapatkan pengakuan dan penerimaan
oleh sekitar, saya melihat bahwa hal ini kemudian memunculkan tantangan bagi
Kekristenan. Apakah umat Kristen akan tetap memilih sikap setia dan konsisten
saat sudah ada kebebasan. Sebagaimana diketahui, penolakan dan penindasan
terhadap orang Kristen harus diakui memiliki peran sebagai wadah pengujian iman
bagi orang Kristen. Apakah dengan tidak adanya lagi penolakan dan penindasan
tersebut, iman orang Kristen masih teruji? Sikap etis yang sama saat orang
Kristen mendapat penolakan kemudian dituntut kembali saat mereka telah mendapatkan kebebasan.
0 Komentar