Kehidupan Orang Benar Karena Kepercayaannya: Renungan Epistel Minggu XX Setelah Trinitatis

Paulus memiliki pemahaman teologis yang sangat mendalam tentang posisi Injil di hadapan Allah. Menurut Paulus, Injil bagi Allah adalah sebuah kekuatan (dunamis: power, force, might, dsb). (Rm.1:16). Kekuatan yang dimaksud oleh Paulus adalah kekuatan untuk menyelamatkan (soterian=salvation) umat percaya, baik Yahudi maupun Yunani (barangkali merujuk kepada pemahaman bahwa keselamatan terbuka bagi semua orang dari berbagai latar belakang). 

Agaknya, berangkat dari kedalaman pemahaman tersebut di ataslah, Paulus mengaku bahwa ia memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Injil Allah tersebut. (1:16). Penerjemahan Bahasa Batak sepertinya lebih dekat kepada makna pada bahasa asli nas ini; di mana disebut "ai ndang na huhailahon" (epaischunomai=ashamed of).

Nuansa negativisme pada penggunaan kata dalam nas ini harus dipahami secara mendalam supaya tidak luput dari pandangan bahwa ada kata "tidak, not, bukan, ndada" yang muncul sebelum kata kunci tersebut. Artinya, makna kalimat menjadi positif walau kata yang dipakai negatif. 

Apakah ada yang mencibir Paulus bahwa ia malu mengabarkan Injil sehingga ia membantah perkataan itu sehingga ia menggunakan kalimat negatif, tetap menjadi pertanyaan. Namun, kita boleh beranggap bahwa hal itu dipengaruhi oleh semangat membara Paulus tentang kekuatan Injil Allah yang hendak ia kobarkan. 

Setelah menelusuri nas epistel di atas secara bahasa, baiklah kita melihat beberapa poin penting yang bernas untuk dikhotbahkan, di antaranya:

1. Injil adalah Kekuatan Allah untuk menyelamatkan orang percaya
Injil sebagai kabar baik, kabar sukacita pada hakikatnya adalah rencana Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Semua ini adalah inisiatif Allah untuk menyelamatkan umat manusia agar tidak binasa, tetapi justru beroleh hidup kekal. Barangkali yang tertulis dalam Yohanes 3:16 menjadi titik dasar yang sangat teologis untuk memahami poin pertama ini. 

2. Injil bagi semua orang yang mau percaya
Anak kalimat terakhir pada ayat 16 memberi kesan bahwa tidak ada eksklusivisme dalam hal tujuan Injil, walaupun kata "pertama-tama" seolah-olah menunjukkannya. Tetapi gambaran Yunani dan Yahudi menunjukkan bahwa Injil adalah untuk yang menerima dan yang ikut menerima. Barangkali ini cara Allah melalui Yesus menyinggung dan mengkoreksi rasa eksklusivisme yang tertalu tinggi di antara kedua kaum yang kerap berseteru itu. Bahwa kasih Allah melalui Injilnya adalah sama, dan bagi setiap orang yang mau menerimanya. 

3. Kepercayaan kepada Kepercayaan
Marthin Luther menyebut bahwa Iman adalah juga jalan keselamatan bersama-sama dengan Firman Allah dan Kasih Karunia Allah. Instrumen kepercayaan memainkan peran penting dalam Injil menurut Paulus. Perkataan "dari imana kepada iman" menunjukkan posisi iman dalam karya penyelamatan Allah di dalam InjilNya. Bahkan, kepercayaan itu menurut Paulus, itulah yang menuntun umat percaya kepada kehidupannya. (1:17) 

4. Orang Percaya dan Orang Benar
Memang tidak ada orang yang benar kecuali karena Allah sendiri yang membenarkannya. Oleh karena itu, pemahaman tentang orang benar baiklah dipahami sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah. Sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah, orang yang telah menerima Injil sejatinya adalah juga orang yang percaya, demikian juga sebaliknya. Bahkan, tidak berlebihan jika mengatakan bahwa Allah membenarkan umat manusia supaya lantas manusia terdorong untuk menjadi umat percaya; yang mempercayai pembenarannya oleh karena Allah. 

Selamat Hari Minggu! Mari hidup mempercayai Allah, dan mari percaya kepada Allah yang mengaruniakan kehidupan! 

0 Komentar