Contoh Tafsiran Naratif Perjanjian Lama: Nas 1 Raja-raja 21


Tafsiran Naratif 1 Raja-raja 21
Analisis Naratif merupakan salah satu metode penafsiran di dalam Studi Tafsir Perjanjian Lama. Saat menerima kuliah Hermeneutik Perjanjian Lama, dosen saya, pak Ronald, memberi materi tentang metode tafsir ini. Perbedaan metode naratif ini dengan metode grammatikal adalah pada fokus penelitiannya. Pada metode naratif kali ini, tafsiran berfokus pada setiap rentetan kisah yang ada dalam teks atau nas yang ditafsirkan.

Dalam beberapa pertemuan kami pada mata kuliah Hermeneutik Perjanjian Lama, kami melakukan penafsiran terhadap beberapa nas dalam Alkitab (Perjanjian Lama tentunya). Pada postingan ini, saya akan memberikan satu contoh tafsiran yang kita buat dengan menggunakan metode naratif tadi. Secara umum, metode ini terbagi atas lima (5) bagian besar, yakni Plot atau Alur Cerita, Penokohan, Setting, Sudut Pandang, dan Pengulangan.

Plot akan menjelaskan mengenai alur cerita, terbagi lagi atas lima (5) bagian; eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi. Penokohan akan berbicara tentang setiap tokoh yang terlibat di dalam nas, baik yang secara nyata maupun tersirat, sifat, watak, dan esensi tokoh akan dibicarakan pula. Dalam setting, akan dibicarakan latar yang memengaruhi kisah, seperti tempat, waktu, suasana, dan sebagainya. Sudut Pandang akan melihat bagaimana cerita dimainkan oleh narator. Pengulangan akan melihat beberapa bagian dalam nas yang kerap diulang (dialog, perintah, maupun tindakan) yang memiliki informasi penting mengenai kisah dalam nas.

Saya akan memberi contoh tafsiran yang kami buat beberapa waktu lalu terhadap nas 1 Raja-raja pasal 21. Seperti penjelasan di atas, tafsiran ini akan disusun menurut bagian-bagian yang sudah dijelaskan sebelumnya.

A. PLOT
1. EKSPOSISI
Pada bagian eksposisi, narator menjelaskan sebuah adegan di mana Nabot, seorang Yizreel memiliki kebun anggur di Yizreel. Kebun anggur milik Nabot tersebut sebenarnya merupakan milik pusaka nenek moyangnya yang agaknya diwariskan kepada Nabot. Letak kebun anggur milik Nabot itu sendiri berada di samping istana Ahab, raja Samaria. Adapun raja Ahab, pada pasal-pasal sebelum pasal 21 ini dijelaskan sebagai raja yang berbuat jahat di hadapan Allah dan meinggalkan perintah-perintah TUHAN dan mengikuti para Baal (bnd. 18:18). Ahab menjadi raja atas Israel dalam tahun ketiga puluh delapan zaman Asa, raja Yehuda. Ahab bin Omri tersebut melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya (bnd. 16:29-30).

2. KOMPLIKASI
Setelah Ahab melihat bahwa kebun anggur milik Nabot itu berada di samping rumahnya, Ahab pun berkata kepada Nabot agar ia memberikan kepadanya kebun anggur itu. Ahab sendiri ingin memiliki kebun anggur tersebut agar kiranya tanahnya tersebut digunakan untuk membuat kebun sayur. Terhadap penawarannya tersebut, Ahab menjanjijan sebuah kebun anggur yang lebih sebagai ganti dari tanah tersebut. Ahab juga memberikan opsi lain, yaitu dengan mengganti tanah tersebut dengan sejumlah uang. Namun demikian, Nabot menolak untuk memberikan tanah beserta kebun anggur tersebut kepada Ahab, dengan berkata demikian: “Kiranya TUHAN menghindarkan aku dari pada memberikan milik pusaka nenek moyangku kepadamu!”. Pernyataan Nabot ini tentu menunjukan penolakan kerasnya terhadap tawaran Ahab. Dari sikap dan pernyataan Nabot tersebut, dapat dipahami bahwa Nabot begitu menghargai warisan dari nenek moyangnya tersebut, ia tidak sampai hati memberikannya.

Dalam tulisannya, George W. Knight menjelaskan bahwa penolakan Nabot untuk menjual tanah beserta kebun anggurnya tersebut menunjukkan dedikasi orang Israel terhadap tanah yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.  Berdasarkan hukum, orang Israel tidak boleh menjual tanah warisannya, kecuali karena hidup dalam kemiskinan atau kesulitan keuangan (Im. 25:23, 25; Bil. 36:7).  Berdasarkan hal tersebut, memang jelaslah bahwa Nabot tidak sepantasnya menjual tanah tersebut, sebab sebagai pemiliki sebuah kebun anggur, ia masih bisa mencukupi kehidupannya. Ia belumlah dapat dikatakan hidup dalam kemiskinan sehingga harus menjual tanah nenek moyangnya tersebut. Oleh karenanya, jelaslah motif penolakan dari Nabot atas tawaran Ahab tersebut. Kesetiannya pada hukumlah yang menyebabkan Nabot begitu berani menolak tawaran Ahab tersebut, meskipun ia diimingi-imingi olehnya.

3. KLIMAKS
Setelah Nabot menolak penawaran Ahab untuk memberikan tanah beserta kebun anggur tersebut, kesallah hati Ahab seraya ia masuk ke dalam istananya. Ia merasa gusar dengan perkataan Nabot yang menolak tawarannya tersebut. Datanglah Izebel, isteri Ahab yang melihat Nabot sampai tidak mau makan karena penolakan Nabot. Melihat hal itu pun, Izebel segera memengaruhi Ahab agar ia tidak bersedih hati. Izebel mengingatkannya bahwa dengan kedudukannya sebagai raja, Ahab boleh berbuat banyak hal termasuk meminta tanah milik Nabot. Izebel pun kemudian menghasut Ahab agar ia memerintahkan melalui surat yang ditulis Izebel atas nama Ahab untuk berpuasa lalu kemudian agaknya berkumpul di sebuah tempat (Nabot disuruh untuk duduk paling depan). Selain itu, diperintahkan juga dua orang dursila untuk memfitnah Nabot. Dengan demikian, akan ada alasan baginya untuk dihukum (dilempari batu sampai mati). Hal yang demikian pun terjadi, Nabot duduk paling depan, lalu kemudian dua orang dursila bersaksi dusta terhadapnya. Kesaksian itu mengisyaratkan bahwa Nabot telah mengutuk Allah dan raja. Dengan kesalahan yang telah dituduhkan kepada Nabot tersebut, dilemparilah ia dengan batu oleh orang-orang sampai ia mati. Nabot pun mati. Sesudah itu, Izebel pun menyuruh Ahab mengambil kebun anggur Nabot tersebut yang kini telah ditinggalkan oleh pemiliknya. Ahab pun mengambil kebun anggur milik Nabot itu menjadi miliknya.

4. RESOLUSI
Pada ayat 17, setelah Ahab mengambil kebun anggir milik Nabot, segera narator mengarahkan pandangan dan perhatian pembaca kepada Allah yang berfirman kepada Elia, orang Tisbe. Elia sendiri adalah salah satu dari nabi Allah yang telah diutus Allah sebelumnya, ia pun sebelumnya telah bertemu dengan Ahab, juga Obaja pegawai Ahab (bnd. pasal 18). Adapun firman Allah kepada Elia adalah memerintahkannya untuk pergi menemui Ahab, raja Israel di Samaria yang telah merampas kebun anggur Nabot menjadi miliknya. Selain itu, Allah juga berpesan kepada Elia agar ia memperingati Ahab yang telah membunuh serta merampas juga. Tentu, dua perbuatan ini adalah perbuatan kekejian yang Allah jijik terhadapnya. Sebab ada tertulis bahwa TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu. Selanjutnya Allah juga berpesan bahwa terhadap pembunuhan dan perampasan yang dilakukan oleh Ahab akan mendatangkan sebuah konsekuensi baginya, bahwa hal yang sama akan terjadi baginya. Hal ini diumpakan dengan anjing yang telah menjilat darah Nabot akan juga menjilat darah Ahab di tempat yang sama. Artinya, Ahab juga akan terbunuh sebagai konsekuensi atas perbuatannya itu. Hal itu bukanlah
kehendak Allah.

Pada tahapan selanjutnya, narator langsung menampilkan percapakan antara Ahab dan Elia. Setelah Ahab, menyampaikan kalimatnya, Elia pun menyatakan maksudnya bahwa Ahab telah memperbudak dirinya sendiri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Kemudian Ahab pun menyatakan konsekuensi-konsekuensi yang harus dihadapi oleh Ahab, juga istrinya Izebel atas perbuatan jahatnya tersebut. Salah satu konsekuensi tersebut adalah, pelenyapan setiap laki-laki dari keluarga Ahab (21:21). Kepada Izebel, konsekuensi yang harus dihadapinya adalah bahwa anjing akan memakannya di tembok luar Yizreel. Keluarga Ahab yang mati di kota akan dimakan anjing dan yang mati di padang akan dimakan burung di udara. Demikianlah konsekuensi yang harus dihadapi oleh Ahab dan Izebel atas perbuatan mereka sendiri.

Namun demikian, ada satu pesan lagi yang agaknya memiliki posisi penting. Elia memperingatkan Ahab bahwa tidak pernah ada orang sepertinya yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Ia telah dibujuk oleh rayuan istrinya, Izebel. Ia bahkan telah berlaku sangat keji dengan mengikuti berhala-berhala. Setelah mendengar pesan ini, Ahab pun mengoyakkan pakaiannya dan mengenakan kain kabung. Kain kabung sendiri merupakan tanda pertobatan yang kerap digunakan oleh orang-orang Israel. Oleh karenanya, Ahab pun telah merendahkan dirinya di hadapan Allah atas semua perbuatan kejahatan yang ia lakukan. Pada akhirnya, narator menampilkan Allah yang telah melihat Ahab yang telah merendahkan diri di hadapan-Nya. Belas kasihan Allah pun hadir bagi Ahab bahwa malapetaka tidak akan datang pada zaman Ahab.

5. KONKLUSI
Dari kisah Ahab dan Nabot pemilik kebun anggur, narator memberi kesimpulan bahwa akhir dari kisah tersebut adalah belas kasihan Allah, bukan pada hukuman. Allah hadir sebagai konsekuensi atau kesimpulan dari setiap persoalan. Ia berkuasa menyatakan hukumnya dan juga memberi belas kasihan bagi Ahab. Namun demikian, narator juga mengimplikasikan bahwa Allah tidak main-main dengan kesalahan dan dosa, Ia tidak mentolerirnya. Bahwa dalam kejahatan yang dilakukan oleh Ahab dan isterinya Izebel, tentu ada konsekuensi yang harus dihadapi mereka, atas kesalahan mereka sendiri. Namun demikian, mengimbangi konsekuensi tersebut, hadir pula belas kasihan Allah bagi orang-orang berdosa. Narator segera sampai pada kesimpulan bahwa yang didapatkan oleh Ahab adalah belas kasihan. Tidak dijelaskan oleh narator bahwa Ahab dan Izebel dihukum. Narator menjelaskan bahwa tidak akan ada malapetaka bagi Ahab pada masa kekuasaannya. Dengan kata lain, Allah berbelas kasihan atas Ahab.

B. PENOKOHAN
1. NABOT
Nabot adalah seorang Israel yang begitu memegang teguh hukum yang berlaku bagi orang Israel bahwa tanah warisan nenek moyang tidak boleh dijual. Melalui kalimat yang digunakan oleh Nabot untuk menolak tawaran Ahab, narator memperlihatkan sebuah kualitas moral yang ciamik yang dimiliki oleh Nabot. Kualitas moralnya tersebut agaknya telah diisi dengan rasa takut akan TUHAN. Ia seolah memohon penyertaan TUHAN agar boleh menolak tawaran Ahab. Selain itu, dalam penolakannya, Nabot juga tidak menunjukkan kediriannya. Tidak terlihat ‘ego’ atau keakuan dalam kalimat Nabot, seperti misalnya: “Aku tidak mau menyerahkannya”. Kalimat senada tidak ditampilkan oleh narator sebagai ucapan Nabot.

Dengan demikian, terlihatlah bahwa Nabot tampil sebagai pihak yang lebih mementingkan pesan hukum yang berlaku bagi Israel tentang tanah warisan, dari pada keinginan pribadinya. Apalagi, tawaran yang diajukan oleh Ahab begitu menggiurkan. Tetapi lagi-lagi, Nabot tidak egois, ia tidak mementingkan tawaran tersebut yang boleh saja menguntungkannya di satu sisi. Nabot lebih memilih mempertahankan tanah tersebut. Allah pun agaknya hadir untuk menghindarkan Nabot dari menyerahkan tanah tersebut, seperti yang dimohonkan olehnya. Penyerahan itu tidak terjadi, yang ada kemudian adalah perampasan secara paksa yang dilakukan oleh Ahab dan istrinya.

Sesuai dengan ciri khas tokoh yang dimiliki oleh Nabot, sebagai agen untuk menyatakan kehendak Allah, Nabot dapat digolongkan sebagai tokoh fungsionaris. Ia digunakan oleh narator sebagai agen untuk menampilkan karakter dan penyataan
kehendak Allah.  F.L. Bakker dalam bukunya menyebut Elia sebagai seorang Israel yang tulus hati, menolak tawaran raja Ahab. Oleh karena ketulusan hatinya memelihara tanah nenek moyangnya, Ahab, raja itu pun marah kepada Nabot.

2. AHAB
Ahab tampil sebagai tokoh yang semakin menyatakan keberadaan Allah. Melaluinya, narator menampilkan sifat Allah yang begitu bertolak belakang dengannya. Bila Ahab berencana untuk memiliki kebun anggur milik Nabot, meski dengan cara merampasnya, Allah sama sekali tak mengizinkan hal tersebut terjadi. Bahwa kehendak Ahab tidaklah lebih berkuasa dari kehendak dan rencana Allah yang begitu besar. Namun demikian, perlu dicermati bahwa peran Izebel dalam menghasut Ahab telah membantu mempermudah Ahab untuk melancarkan keingin pribadinya.

Di sisi lain, tokoh Ahab juga dipakai oleh narator untuk menampilkan sifat Allah yang penuh dengan belas kasihan. Setelah perbuatan jahat yang dilakukan oleh Ahab, Allah tetap mengasihinya, kendati tetap atas kejahatannya tersebut, ada konsekuensi yang harus dihadapi Ahab. Selanjutnya, Ahab boleh dikategorikan sebagai tokoh fungsionaris, di mana ia digunakan oleh narator sebagai agen untuk menyatakan kuasa Allah melawan perbuatan jahat, juga kuasa Allah untuk menyatakan belas kasihan-Nya atas Nabot. Belas kasihan Allah dalam hal ini kepada Ahab perlu dipahami bukan sebagai upaya toleransi Allah terhadap perbuatan jahatnya. Sama sekali Allah tidak mentoleransi kejahatan-Nya tersebut. Hanya saja, belas kasihan Allah mengikat diri-Nya untuk tetap
mengasihi umat-Nya.

3. IZEBEL
Dari jalinan kisah yang ditampilkan oleh narator, Izebel ditampilkan sebagai sosok penghasut bagi Ahab. Boleh dikatakan bahwa perampasan Ahab atas tanah dan kebun anggur milik Nabot tak boleh dipisahkan dari peran Izebel. Perannya sangat vital, sebab Izebellah kemudian yang meyakinkan Ahab tentang kuasanya. Izebel bahkan menghasut Ahab dengan menawarkan sebuah pilihan yang agaknya menarik dan menggiurkan untuk diambil. Alhasil, Ahab pun mendengarkan hasutan dari istrinya Izebel tersebut, lalu segera melakukan sesuai dengan yang dikatakan oleh Izebel. Oleh karenanya, Izebel dalam kisah ini dapat digolongkan sebagai tokoh protagonis, tokoh yang sifat dan karakternya berseberangan dengan tokoh utama, yang kemudian adalah Allah. Oleh karena hasutan yang mematikan yang dilakukan oleh Izebel kepada Ahab suaminya, Izebel pun harus menerima konsekuensinya; ia akan dimakan oleh anjing. Bahkan pada akhir kisah, narator tidak menjelaskan bahwa Izebel ikut mendapat belas kasihan oleh Allah, hanya Ahab yang dijelaskan mendapat belas kasihan di hadapan Allah.

4. ELIA
Elia yang hadir untuk menjadi perwakilan Allah dalam kisah ini merupakan tokoh yang bisa diibaratkan sebagai wayang yang digerakkan oleh seorang dalang. Tanpa adanya kuasa dan kekuatan dari sang dalang, tokoh wayang tersebut tidak akan bergerak dan akan diam. Halnya terjadi dalam kisah kisah kebun anggur Nabot ini di mana Elia hadir sebagai manifestasi atau penyataan dari hikmat perbuatan Allah terhadap bangsa Israel, terutama kepada Nabot yang sedang diperhadapkan dengan ketidakdilan. Oleh karenya, Elia bukanlah tokoh protagonis atau tokoh yang memainkan peran utama dalam kisah ini. Ia hanyalah sebagai tokoh yang digerakkan oleh seorang dalang yang bekerja penuh atas kisah ini. Kualitas moral, tindakan, dan daya pikir yang terlihat dalam perkataan dan tindakan Elia sedemikian rupa sepenuhnya berasal dari tokoh dalang si Penggerak itu. Tokoh wayang yang tampil di depan layar terlihat seolah-olah memiliki kualitas moral, padahal sama sekali ia tidak memilikinya. Tanpa dorongan dan gerakan yang dilakukan dalang, tak mungkin tokoh wayang dapat bekerja.

Pada akhirnya, sang dalang adalah TUHAN Allah si Penggerak. Dalam hemat kemanusiaan Nabot, raja Ahab dan tokoh-tokoh lain dalam kisah, tentu mereka tak dapat menjangkau Allah, oleh karenanyalah Allah berinisiatif untuk mengutus perwakilan-Nya untuk menyatakan Allah dalam kisah yang ada. Tokoh-tokoh yang ada dalam kisah ini, yang adalah manusia tentu tidak dapat menjangkau dan memikirkan rancangan Allah. Mereka hanya dapat melihat fisik Elia dan setiap perbuatannya. Oleh karenanya, Allah secara misterius hadir dalam topeng Elia. Allah hadir sebagai dalang yang menggerakkan Elia untuk kemudian cerita dan perjalanan kisah ini seolah ditentukan oleh Elia, padahal Allah lah yang menggerakkan dan memenangkan kisah ini.

5. RAKYAT
Bagaimanapun narator menampilkan rakyat sebagai tokoh yang penurut, yang mengikuti setiap perintah raja. Namun demikian, narator menampilkan beberapa dari masyarakat, yaitu mereka yang bersaksi palsu terhadap Nabot, sebagai tokoh patut dipertanyakan kualitas moralnya. Bila mereka melakukan saksi dusta itu dengan kesadaran sendiri demi sebuah ketaatan dan kepatuhan terhadap raja, tentu mereka sama saja bersekongkol dengan Ahab dan Izebel. Dengan demikian, narator dalam hal ini turut pula menggunakan tokoh rakyat sebagai agen atau tokoh fungsionaris untuk membantu menyediakan ruang bagi tahapan kisah selanjutnya. Dengan fitnah yang diperbuat oleh mereka, akan ada kesempatan untuk tahapan kisah selanjutnya, yaitu Nabot dihukum mati.

6. ALLAH
Dalam kisah kebun anggur Nabot, Allah hadir secara misterius. Ia menunjukkan eksistensi kualitas moral, hikmat dan kebijaksanaan-Nya juga penyataan belas kasihan-Nya dengan menggunakan wajah Elia, nabinya tersebut. Penggunaan atau pelibatan Elia dalam hal ini adalah dalam rangka Allah menyatakan karya dan kuasa-Nya dalam perspektif kemanusiaan. Sehingga dalam melakukannya, Elia dilibatkan.

Allah melibatkan Elia, karena ia sendiri adalah manusia yang perbuatannya dapat dilihat oleh manusia, khususnya Nabot, Ahab, Izebel dan tokoh lainnya. Sedang Allah yang adalah TUHAN, perbuatannya secara langsung tidak dapat dilihat manusia oleh karena keterbatasan manusia itu. Oleh karena itulah, Allah melalui hikmat dan inisiatif-Nya, melibatkan Elia. Allah menggunakan daging, tangan, lidah, dan mulut Elia untuk menyatakan hikmat dan kebijaksanaan-Nya. Maka, apapun yang dikatakan oleh mulut Allah, diperintahkan oleh kuasa Allah dapat dimengerti oleh manusia itu melalui mulut dan perintah Elia. Maka terlihatlah seolah Elia yang melakukan semua itu. Padahal Allahlah yang bekerja secara misterius tanpa disadari oleh manusia itu. Dengan kata lain, pernyataan yang kemudian menuntun Ahab untuk mengaku kejahatannya dan mengenakan kain kabung adalah rahasia pekerjaan Allah yang di dalamnya Elia dilibatkan.

Di sisi lain, Allah dalam kisah kebun anggur Nabot adalah pihak yang menyatakan hukum-Nya secara adil. Allah tampil sebagai tokoh yang tidak dapat mentolerir dosa. Namun demikian, ia juga tampil sebagai Allah yang berbelas kasih, yang menyatakan kasihnya atas Ahab. Bahwa kehidupan Ahab tidak berakhir pada hukuman. Allah tetap menunjukkan belas kasihan-Nya atas Ahab. Pada akhirnya, Allah adalah tokoh protagonis dalam kisah ini. Ia lah yang menjadi pemeran utama. Bahwa kehendak dan keinginan hati-Nyalah yang hendak dinyatakan dalam kisah ini melalui pemaparan narator. Keinginan-Nya untuk berbelas kasih kepada umat-Nya dipadu dengan intoleransi-Nya terhadap perbuatan dosa dipadu dengan ciamik oleh narator dalam kisah ini.

C. SETTING
1.SETTING WAKTU
Dalam kisah kebun anggur Nabot, narator tidak memuat keterangan yang memuat tentang setting waktu, misalnya di pagi hari, malam hari, dan lain sebagainya. Dengan demikian, jalinan kisah ini terlihat seolah-olah terjadi dalam rentang satu hari lamanya. Dalam permulaan kisah pun, tidak dimuat keterangan waktu yang memadai. Untuk menghubungkan satu peristiwa kepada peristiwa lain, narator lebih menggunakan konjungsi daripada keterangan waktu.

2.SETTING TEMPAT
Dalam kisah ini, terdapat beberapa tempat yang memiliki peranan penting, yaitu:
a. Kebun Anggur
Lokasi tanah beserta kebun anggur Nabot yang berada di samping istana Ahab, mendorong Ahab untuk mengingini tanah dan kebun tersebut. Namun demikian, sebagai seorang yang setia dan taat hukum, Nabot menolak untuk memberikan tanah beserta kebun tersebut. Oleh karena kesetiannya menjaga tanah dan kebun tersebut, Nabot pun mendapat penindasan dari ketamakan seorang Ahab.

b. Istana Ahab
Istana Ahab berada di samping kebun Anggur Nabot. Segera setelah Nabot menolak untuk memberikan tanah dan kebunnya, terjadilah rancangan jahat yang terjadi di istana Ahab. Istri Ahab, Izebel merancang sebuah rencana dengan menghasut Ahab agar mau mengikuti rencananya tersebut. Perbuatan jahat tersebut terjadi di istana Ahab dan agaknya di tempat tidur Ahab, sebab saat Izebel menghampirinya, Ahab berada di tempat tidurnya dan menelungkupkan mukanya dan tidak mau makan (bnd. Mz. 36:4) Dengan demikian, ternyata istana sekalipun boleh menjadi tempat untuk merancang hal-hal jahat di mata TUHAN. Bahkan di tempat tidur. Ahab dan istrinya mirip dengan yang digambarkan oleh pemazmur tersebut.

3. SETTING KONDISI SOSIAL
Ahab telah menjadi raja yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN (1 Raj. 16:25). Perbuatan itu kembali ia lakukan pada kisah kebun anggur Nabot. Oleh karenanya, Allah berkali-kali harus tampil memutarbalikkan otak Ahab, untuk menghalaunya sekiranya ia tidak berbuat demikian lagi. Bukannya Allah menanti-nanti Ahab untuk berbuat dosa. Kehadiran-Nya melalui Elia adalah sebagai respon Allah terhadap keberdosaan manusia. Ada dua hal yang hendak dilawat Allah lewat kehadiran-Nya yang secara misterius; pertama yaitu dosa manusia yang tidak dapat ditolerir dan harus mendapat konsekuensi, dan kedua, manusia itu sendiri yang oleh inisiatif Allah sendiri menerima belas kasih Allah. Pada akhirnya Allah pun hadir untuk menyatakan belas kasihan-Nya atas Ahab

D. SUDUT PANDANG
Dalam sudut pandang, narator tampil sebagai sosok yang serba tahu. Ia menyaksikan dan menampilkan perjumpaan antara Nabot dan Ahab, antara Elia dan Allah yang terjadi secara misterius, dan juga antara Elia dan Ahab. Dalam kisah, narator menampilkan Allah sebagai Allah yang adil dalam menyatakan hukum-Nya. Ia begitu tidak mentolerir dosa yang diperbuat oleh Ahab. Namun demikian, narator turut serta pula menampilkan Allah yang menyatakan belas kasihan-Nya terhadap Ahab. Bila pun Ahab telah melakukan yang jahat di mata TUHAN, ia tetap mendapat kasih dan pengampunan dari Allah.

Selain itu, narator juga hendak menampilkan sebuah sikap terpuji dari seorang Israel, yaitu Nabot. Kualitas Nabot yang diperlihatkan oleh narator menunjukkan bahwa Nabot betul-betul menjaga pesan dari hukum Israel yang mengatur tentang tanah warisan tersebut. Sikap Nabot yang begitu menjaga pesan tersebut terbukti lewat penolakannya terhadap tawaran Ahab yang ingin mengambil tanah tersebut. Walaupun demikian, pada akhirnya, Nabot mendapat celaka oleh perbuatan semena-mena Ahab. Bahwa dalam mempertahankan prinsipnya sesuai dengan hukum adat Israel, Nabot bahkan harus dipertaruhkan nyawanya.

E. PENGULANGAN
Terdapat beberapa pengulangan yang hendaknya dicermati dalam kisah ini, yaitu:
1. Memberikan
Dalam kisah kebun anggur Nabot ini, kata memberikan ditemukan sebanyak enam (6) kata. Agaknya, keenam kata memberikan tersebut dapat dijelaskan sesuai tahapannya.
a. Tahap penolakan negosiasi
Pertama-tama, Ahab mendatangi Nabot untuk bernegoisasi terkait pemberian tanah beserta kebun anggur yang terletak di samping istana Ahab tersebut (ay. 2-3). Perbincangan antara mereka tersebut dapat dikatakan sebagai negosiasi karena di dalamnya, Ahab menyertakan sebuah negosiasi dengan menawarkan sebuah ganti untuk tanah dan kebun tersebut; “Aku akan memberikan kepadamu anggur..” (ay. 2) Namun demikian, proses negosiasi ditolak oleh Nabot, ia menjaga hukum tentang tanah warisan tersebut. Oleh karenanya, Ahab pun tidak senang hati atas respon Nabot, ia pun kemudian memasuki istananya dengan hati yang tak gembira.

b. Rancangan perampasan
Setelah Nabot menolak untuk memberi tanah beserta kebun, Izebel pun menghampir Ahab yang masuk ke istana dengan tidak bersemangat. Ia pun kemudian membantu merancangkan sebuah kejahatan, yaitu untuk merampas tanah Nabot tersebut. Ucapan Izebel yang menyatakan: “…aku akan memberikan kebun anggur Nabot..” (ay. 7) menunjukkan bahwa ketamakan dan kerakusan menjadi milik Izebel, sebab dengan semena-mena ia hendak memberikan barang yang bukan miliknya kepada orang lain. Perbuatan tersebut tentu telah merampas hak kepemilikan Nabot, ditambah lagi cara merampas Izebel disertai dengan fitnah dan pembunuhan. Berlipat gandalah kejahatan yang dilakukan oleh Izebel.

c. Tanah dirampas
Setelah Izebel mendengar bahwa Nabot telah mati dilempari, berkatalah ia pada Ahab: “Bangunlah, ambillah kebun anggur Nabot, karena Nabot yang menolak memberikannya kepadamu dengan bayaran uang, sudah tidak hidup lagi; ia sudah mati.” (ay. 15) kalimat ini seolah menunjukkan kualitas moral Izebel. Menurut hematnya, seorang yang menolak untuk memberikan haknya sendiri demi memuaskan ego dan kemauan pribadi raja, tidaklah harus dihargai, melainkan boleh dirampas begitu saja.  Kualitas moral Izebel yang demikian pun tersalur kepada Ahab yang mau menerima hasutan istrinya tersebut.

2. Memperbudak diri
Frasa memperbudak diri ditemukan sejumlah dua kali dalam kisah ini (ay. 20 dan 25). Namun demikian, tidak boleh dinafikan bahwa frasa ini memiliki peranan penting untuk menelisik dan menunjukkan keberdosaan Ahab oleh karena hasutan dan pengaruh istrinya. Dengan mengikuti rencana kejahatan istrinya melalui hasutan yang begitu luar biasa menggiurkan, Ahab sama saja telah berbuat jahat, ia bahkan telah diperbudak oleh rencana istrinya. Memang perlu diakui bahwa peran istri Ahab, Izebel begitu penting dalam mempermudah Ahab mengikuti keberdosaannya. Dalam ayat 25, Allah melalui Elia memperingatkan Ahab bahwa tidak ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, istrinya. Bujukan istrinya tersebutlah yang telah memperbudak Ahab ke dalam dosa.

3. Anjing menjilat darah
Frasa anjing menjilat darah dalam kisah Nabot diulang beberapa kali. Pada ayat 19, frasa tersebut agaknya mengisyaratkan hukum mata ganti mata. Oleh karena Nabot telah terbunuh oleh rencana jahat Ahab dan Izebel, Ahab dan Izebel pun patut menerima demikian. Mereka patut untuk terbunuh.

Catatan Kaki
F.L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 602.
George W. Knight, The Illustrated Bible Handbook, terj. Ita Siregar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 88.


0 Komentar