Ada apa dengan kasih? Sebuah kata lima huruf yang acap kali digunakan manusia untuk mengekspresikan perasaannya kepada sesama manusia itu juga begitu menarik untuk kuperbincangkan. Jika secara imani, kita meyakini bahwa dari Tuhanlah kita menerima kasih itu, lalu kita bagikan kepada sesama kita manusia. Namun bila ingin lebih teologis, maka seharusnya kasih dari Tuhan Allah itu haruslah mengalir melalui manusia kepada seluruh ciptaan, bukan hanya manusia saja. Maka tidak heran, banyak orang yang mengasihi alam ciptaan Allah sebagaimana ia mengasihi kekasihnya.
Aku tidak akan berbicara panjang lebar tentang kepada siapa kasih ini diutarakan dan ditujukan. Aku ingin lebih fokus kepada 'kebagaimanaannya', termasuk bagaimana ia ditujukan dan bagaimana Sang Kasih menggerakkan manusia untuk menyebarkan kasih-Nya. Ya, sebagai "anak teologi" tentu diskursus kasih yang kuajukan akan bernada teologis. Bagaimanapun anak-anak teologi paham bahwa Allah adalah causa-prima dari berbagai hal — bila tidak — semua hal di dunia ini, termasuk kasih.
Fenomena kasih di antara manusia sesama jenis kelamin (baca: bukan gender), juga tidak akan kuhiraukan. Tentang manusia yang lebih mengasihi dunia ini daripada sesamanya manusia juga tidak akan membebani pikiranku. Aku akan tetap pada posisi terheran-heran dan bertanya-tanya, bagaimana Allah bisa menjadikan kedua fenomena kasih tadi tidak masuk akal bahkan sulit diterima oleh beberapa manusia, secara khusus yang menolak percintaan di antara kaum LGBT-IQ. Aku tetap pada posisi untuk mengimani gerakan kasih Allah yang terjadi pada diriku sendiri. Aku mau ikut pada arahan gerakan kasih itu. Gerakan kasih yang hidup dalam diri orang lain, tidak akan kuurusi, karena itu bukan ranahku. Itu urusannya dengan Tuhan yang ia imani. Dengan begitulah aku lebih fokus tentang kebagaimanaan kasih tersebut.
Sampai saat ini, aku belum mau memutuskan ingin menolak atau menerima fenomena kasih di antara LGBT-IQ tersebut. Aku lebih yakin untuk menyerahkan itu semua pada Sang Pemilik Kasih. Biarlah Ia yang tahu. Aku lebih memilih untuk mendamaikan pikiranku agar tidak berusaha mengintervensi kasih Allah yang kuyakini tetap diam dalam diri mereka itu.
Akhir-akhir ini, aku ingin lebih fokus pada keherananku pada kasih Allah yang mengikat dua manusia yang saling mencinta. Kasih yang mengikat manusia dengan orangtua, sahabat dan sanak-saudaranya. Kebagaimaan kasih Allah ini ingin kuhidupi. Aku menyaksikan bagaimana kasih Allah yang mendorong hati kami untuk saling mengerti dan memahami. Untuk berkomitmen dan setia menjunjungnya. Kepada siapa kasih itu harus kualiri? Aku yakin, Allahku menggerakkanku. Porsiku hanya pada mengimani gerakan yang ia buatkan bagi tubuh dan rohku.
Selain antara dua manusia, kasih Allah juga patutnya hidup di antara manusia dan alam ciptaan, maupun sesama alam ciptaan. Gerakan kasih Allah menuntun orang-orang yang mengaku cinta alam untuk menunjukkan kepeduliaannya. Namun aku yakin, kita tidak harus mengaku pecinta alam jika ingin memberi kepedulian kepadanya. Setiap orang diberi dorongan yang sama untuk ikut menatalayani alam ciptaan sebagai bentuk ultimate dari kasih Allah itu.
Di tengah refleksiku ketika mengikuti Pembinaan Calon Pelayan di Seminari, aku menyaksikan kebagaimanaan kasih Allah pada manusia dan alam sekaligus. Aku melihat Allah tetap setiap merawat alam ciptaan ini lewat tangan-tangan yang menanam pohon-pohon muda di sekitar Seminari Sipoholon untuk regenerasi pohon-pohon yang lebih tua. 2018 lalu, aku dan kawan stambuk 2017 STGH HKBP ikut menjadi bagian dari tangan-tangan itu. Kini, aku bisa menyaksikan pohon yang tertanam itu bertumbuh dan kelak akan menyuplai banyak oksigen untuk generasi mendatang.
Kasih Allah kepada manusia yang digerakkan-Nya melaluiku pun kurasakan. Aku betul-betul didorong untuk menjadi pengajar dan penuntun bagi dia yang akan menjadi penolongku yang sepadan itu. Kuakui aku adalah orang yang lemah dan penuh kekurangan, namun kasih Allah yang kebagaimanaannya sangat mengherankan itu, mendorong dan memampukanku untuk terlibat di dalamnya. Aku yakin penolongku itu pun digerakkan juga. Itulah sebabnya kami bisa saling memahami. Karena kami mengrti satu bahasa kasih yang sama.
Aku heran. Meski banyak manusia yang berusaha merusak alam, kasih Allah tetap berkuasa untuk menggerakan sekelompok manusia lainnya untuk memelihari bumi ciptaan-Nya ini.
Aku pun heran, meski banyak tantangan yang kuhadapi dengan partnerku, kasih Allah tetap menggerakkanku untuk senantiasa bersama dengannya dan menikmati kasih-Nya.
Penuhi aku dengan kasihMu senantiasa ya Allah. Biarlah aku terheran-heran. Namun janganlah aku menduga-duga terlalu jauh. Biarlah kasihMu bekerja dengan misteriusnya.
0 Komentar