Apresiasi untuk Seminari, Sang Perantara Pemberi Nutrisi

Sejuknya hawamu, wahai Seminari.
Tempat di mana aku merayakan hidup yang Allahku telah beri. Darimu kuhirup udara segar saban hari. Yang membantuku berpikir jernih dan menyelesaikan tugas-tugas studi. Tak sampai di situ saja, kau pun tetap setia menemani. Hingga aku menjadi salah satu bagian dari calon pelayan di Gerejamu ini. Aku tetap diiring Tuhanku, melaluimu wahai Seminari. Pantaslah aku berucap syukur dan senantiasa bergembira merayakan hadirmu.

Seraya mensyukuri hidup yang Allah beri, Aku makin sadar betapa aku terberkati. Hawa sejuk yang membantuku hidup sehat, kau limpahi. Berkat tiada tara itu selalu kau curahi. Rindangnya pohon, lapangan berumput hijau, menyegarkan mata yang letih lesu sepulang kelas. Ditemani kopi sedikit manis, kududuk di padang rumputmu, sembari memikirkan bagaimana aku memulai tugas-tugasku. Juga konsep-konsep tulisan yang hendak aku buat. Juga memikirkan dan mengevaluasi perjalanan pengutusan ini.

Beberapa tahun terakhir, aku ada mengambil bagian di dalammu. Beberapa tahun terakhir aku hidup di dalammu. Kicau burung di pagi hari selalu menyambut kami. Sewaktu mahasiswa, hingga kini dengan rahmatmu menjadi seorang Calon Guru Huria, Allah selalu memakaimu untuk mencukupkan oksigen yang baik untuk paru-paruku.

Semoga aku bisa melayanimu, sebagaimana engkau telah dipakaiNya memelihari kami, ya Seminari. Sebab darimu pula lahir pemberita-pemberita injil. Darimu pula mereka menerima penempahan dan pembekalan. Biarlah aku merayakanmu, serta memerhatikanmu.


0 Komentar