Perjalanan Cross-Country Calon Pelayan HKBP 2023 ke Sipahutar

Sabtu, 24 Juni, sekitar pukul 08.00 WIB, kami Calon Pelayan yang baru menyelesaikan Latihan Kompetensi Profesi selama tiga bulan ini dan yang akan memasuki Latihan Persiapan Pelayanan Tahap Pertama, berangkat menuju HKBP Sipahutar. Kami berangkat bukan dengan mengendarai mobil, motor, bus atau kendaraan bermotor apapun. Jarak sejauh kira-kira 25 km dari Seminari ke Sipahutar itu kami tempuh dengan berjalan kaki. Ya, berjalan kaki.

Sebagai sebuah tradisi dari setiap angkatan calon pelayan HKBP, kami angkatan 2023 juga mengikuti kegiatan jalan kaki marathon yang akrab disebut Cross-Country ini. Awalnya tujuan akhir kami adalah ke Torhonas. Namun karena beberapa alasan, diubah menjadi ke Sipahutar, tepatnya HKBP Sipahutar. Selama lebih kurang 6 jam, kami berjalan melalui jalan alternatif Hutabarat Siarangarang hingga ke persimpangan antara jalan menuju Sipahutar dan jalan menuju Tarutung. Dari sanalah kami kemudian terus berjalan ke arah Sipahutar.

Sebelum menempuh perjalanan, awalnya kami dibagi ke dalam 20 kelompok kecil beranggotakan 10 orang. Setiap kelompok kecil diharapkan akan berjalan bersama-sama. Namun setelah beberapa jam perjalanan, kelompok itu buyar dan berpencar satu sama lain, tergantung kekuatan berjalan masing-masing orang. Aku sendiri tetap berjalan bersama dengan Capen Doddy dan Capen Dendri yang tampak bersemangat. Jika orang lain beristirahat sambil selonjoran, kami tetap berjalan.

Namun, setelah berjalan sekitar 17 km, kami mulai kelelahan. Setiap selang beberapa ratus meter, kami beristirahat di tepi jalan. Kami kehausan. Air minum, kami sudah kehabisan. Kaki pun sudah mulai keram dan rasanya betisku seperti terbakar. Tanpa mengurangi makna perjaanan ini, namun lebih kepada bersikap realistis, kami pun memutuskan untuk menumpangi mobil pickup yang kebetulan sedang melintas. Dengan baik hati, pak supir menunggu kami berempat menaiki mobilnya. Lalu dengan kecepatan sedang, kami pun meluncur ke arah Sipahutar, melanjutkan sisa 12 km perjalanan lagi.

Kira-kira 900 ratus meter sebelum sampai ke HKBP Sipahutar, dengan arahan dari pemandu kami, Calon Guru Anwar, kami melewati sawah-sawah milik warga yang ada di sebuah lembah. Dengan menapaki jalan-jalan kecil setapak, kami menuruni lembah itu sambil memperhatikan dinding-dinding jurang di sisi kanan-kirinya. Jalan yang kami tempuh agak licin. Kami pun harus melewati jalan-jalan yang membatasi sawah atau biasa disebut gadugadu. Dengan bermodal sisa tenaga yang ada, kami melintasi sawah-sawah.

Setelah kira-kira 1 km jarak yang kami jalani, terlihatlah semacam tangga untuk menaiki tebing jurang. Dengan perlahan, kami menaiki anak-anak tangga yang dibentuk warga itu untuk mendukung akses mereka ke lahan sawahnya. Sampai di puncak ketinggian, hati begitu girang. Bagaimana tidak, akhirnya perjuangan itu usai. Di bayanganku, ladang-ladang yang kami jumpai setelah menaiki tangga itu akan menumbuhkan nenas-nenas yang bisa kami makan mengganti tenaga yang habis. Aku, dan beberapa teman lain seperti tampak dalam gambar, semangat melintasi ladang-ladang itu berharap menemukan sang nenas.

Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba, kami bertemu dengan sesosok perempuan tua, atau untuk orang Batak bisa kami sebut ompung, yang tengah menyiangi rumput-rumput di sekitar kebun nenasnya. Bang Anwar, kerabatku dari sesama Calon Guru, sekaligus pemandu kami menyapa si ompung dengan bahasa yang mengisyaratkan untuk meminta agar kami diberikan buah nenas di kebunnya. Dengan baik hati, ompung tersebut mau membagikan beberapa buah nenas di kebunnya itu untuk kami nikmati bersama. Rasanya manis sekali. Betul memang nenas khas Sipahutar tiada tara rasanya. Kami pun berucap terima kasih kepada ompung itu sembari meninggalkannya dan melanjutkan perjalanan.

Keluar dari ladang-ladang, kami pun melintasi jalan raya lagi sebelum sampai ke kompleks Gereja HKBP Sipahutar. Dari sanalah kami akan diutus tiap-tiap kelompok untuk live in. Cerita tentang live in itu akan tersaji pada postingan berikutnya.

0 Komentar