HKBP Laguboti adalah salah satu buah dari hasil penginjilan misionaris Jerman, Ingwer Ludwig Nommensen. Namun, sebelum Nommensen menetap di Laguboti, terlebih dahulu, Peter Bonn diutus untuk menginjili di Laguboti. Saat ia diutus ke Laguboti, ia sedang berada di Balige. Bonn tidak langsung menetap di Laguboti. Namun setelah dimintakan oleh Raja dan penduduk setempat di Laguboti, ia segera memulai pelayanannya di sana dengan menyelenggarakan sekolah dan kebaktian untuk secara perlahan menciptakan kemajuan dalam bidang jasmani da rohani.
Segera setelah Bonn pindah dan menetap di Laguboti, didirikanlah gedung sekolah di dua lokasi yaitu: di Onan Nagodang yang didirikan oleh Raja Op. Timbang Sirajadeang dan di Lumban Bagasan yang didirikan oleh Raja Op. Tinggi. Kedua raja tersebut dapat dikatakan sangat menerima kehadiran dan pelayanan Bonn. Tidak sendirian, Bonn ditemani oleh Gr. Willem Hutagalung dan Gr. Kleopas Lumbantobing di Laguboti. Dia bersama Gr. Willem Hutagalung menempati gedung sekolah di Onan Nagodang Sirajadeang, sementara Gr. Kleopas Lumbantobing ditugas untuk tinggal di Lumban bagasan. Tanggal kehadiran Bonn di Laguboti tepatnya ke Onan Nagodang Sirajadeang, yakni pada 26 Agustus 1884 kemudian ditetapkan menjadi tanggal berdirinya Gereja HKBP Laguboti.
Setahun kemudian, tepatnya pada tahun1885, I. L. Nomensen menggantikan Peter Bonn. Nommensen sendiri adalah Ephorus yang memimpin seluruh para penginjil Eropa dan para pelayan pribumi di daerah penginjilan RMG di Tanah Batak. Ia melanjutkan pelayanan Bonn di Laguboti dari tahun 1885 hingga 1890 (kurang lebih lima Tahun). Pada tahun awal pelayanan di Laguboti Nommensen berhasil mendekati Raja Op. Timbang Sirajadeang sehingga disetujui pemindahan setasi atau pargodungan dari kampung Onan Nagodang ke tempat yang sekarang.
Melihat peluang perkembangan penginjilan di wilayah yang begitu luas di Toba Holbung dan sekitarnya, Nommensen pun meminta seorang tenaga penginjil untuk mendampinginya di Laguboti, agar ia bisa berkonsentrasi untuk melakukan perkunjungan ke daerah-daerah di sekitar Laguboti. Beberapa tahun berlalu, intensitas penginjilan Nommensen semakin meningkat sampai ke luar daerah Laguboti. Oleh karena itu, Nommensen kemudian pindah ke Sigumpar pada tahun 1890, dan saat itu telah berdiri 8 (delapan) gereja yang telah ditetapkan masuk Huria Laguboti yaitu: Sirajadeang Laguboti, Lumban Bagasan, Lumban Balian, Huta Tinggi, Lumban Pea, Lumban Gaol, Baruara dan Haunatas.
Seiring perkembangan waktu, Huria Laguboti yang jumlah jemaatnya semakin bertambah terdorong untuk memandirikan beberapa warga jemaatnya untuk mendirikan gereja yang baru. Di Lumban Balian dan sekitarnya, berdirilah Huria Paronan Nagodang, di Huta Tinggi, berdirilah Huria Hutahaean, di Lumban Pea, berdirilah Huria Tambunan, di Lumban Gaol dan Baruara berdirilah Huria Baruara, dan di Haunatas berdirilah Huria Haunatas.
Bahkan, pada saat ini, beberapa huria tersebut sudah menjadi sabungan atau induk dari beberapa ressort di Distrik IV Toba dan Distrik XI Toba Hasundutan, yakni Ressort Laguboti Habinsaran, Ressort Tambunan, Ressort Baruara, dan Ressort Haunatas. Saat ini, Huria Laguboti tetap menjadi sabungan dari Ressort Laguboti dengan enam jemaat yang tergabung menjadi pagaran dari Ressort Laguboti, di antaranya: Huria Simaremare Jae, Huria Paronan Nagodang, Huria Aruan, Huria Sihobuk, Huria Dolok Hermon, dan Huria Getsemane.
0 Komentar