Tuhan Sanggup Melakukan Segala Sesuatu: Renungan Minggu XXII Setelah Trinitatis

Kisah Ayub adalah salah satu kisah termahsyur dalam sepanjang kisah Alkitab. Penderitaannya yang tampaknya tak berkesudahan menyeret banyak simpati dan empati orang-orang percaya agar mempergumulkannya, bahkan tak jarang meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. 

Bagaimanapun dalam ilmu teologi, kisah tokoh-tokoh Alkitab hanyalah sebuah pengantar pada satu tujuan, memperkenalkan Allah dan tindakan-Nya yang maha besar di tengah dunia dan umat ciptaan. Tak elok terlalu banyak memperbincangkan tokoh Alkitab sehingga seperti berusaha menutupi kebesaran Allah di dalam cerita tokoh tersebut. 

Untuk hal di atas, maka pendekatan terbaik untuk mendalami kisah Ayub adalah dengan melihat kesanggupan Allah melakukan segala sesuatu di luar pikiran manusia. Kalimat itu sendiri keluar dari mulut Ayub (42:2). Terhadap hal tersebutlah, Ayub pada akhirnya mengaku lemah di hadapan Allah, bahwa ia tak jarang bersungut-sungut karena berusaha memahami yang tidak akan mungkin ia pahami. Tak tanggung-tanggung, Ayub mengaku menyesal atas keterbatasannya itu (42:6) 

Sering sekali, kita sebagai manusia memprotes berbagai hal, bukan karena kita tidak menyetujuinya, tetapi karena kita tidak memahaminya. Ibarat seorang anak kecil — yang tidak paham artinya menyikat gigi sesudah dan sebelum bangun tidur, lantas bersungut-sungut ketika disuruh orangtuanya untuk melakukannya — kurang lebih begitulah manusia ketika diarahkan oleh Allah di jalan yang tidak mereka pahami, lantas menjadi bersungut-sungut. 
Kemiripan dari kedua peristiwa di atas adalah keterbatasan pada pemahaman yang mengarahkan kepada protes, sungut-sungut, dan perasaan yang terlalu mempertanyakan. 

Meskipun demikian, di tengah keterbatasan pemahaman manusia, Allah — baik kita sadari atau tidak — selalu berusaha untuk "memperpahamkan" kita. Ia selalu mencoba untuk menjelaskan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada umat-Nya. Seperti seorang Ayah dan Ibu yang lambat laun menjelaskan bahwa makna menyikat gigi adalah untuk merawat gigi, demikianlah Allah menutun umat-Nya agar memahami bahwa menjalani hidup yang berbeban barat adalah proses menuju hidup yang semakin beriman dan bergantung kepada kehendak Allah di tengah hidupnya. 

Dengan meniru apa yang dilakukan oleh Ayub sendiri, yang harus dilakukan oleh orang-orang yang kerap kali tidak paham akan jalan Tuhan, tak lain tak bukan adalah "insaf", "taubat", "menyesal", dan kata lainnya yang cukup untuk menjelaskan rasa ingin berubah dari yang tidak paham menjadi berusaha untuk memahami. 

Jalan Tuhan dan pikiran-Nya memang tidak terselami. Tetapi tiada yang mustahil baginya. Ia mampu melakukan apapun, baik yang dipahami oleh manusia, maupun yang tidak. Namun yang pasti, Allah lebih tahu kebutuhan kita daripada kita mengetahui kebutuhan kita sendiri. 

Dan yang tidak kalah pentingnya: Allah bukan hanya bisa melakukan semua hal, tetapi juga tidak ada rencananya yang gagal. 

Selamat Hari Minggu. Mari menghidupi jalan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. 

0 Komentar