The Needing Giver: Memberi dari Kekurangan | Renungan Minggu XXIV Setelah Trinitatis

Memberi adalah satu bentuk kata kerja yang melibatkan dua pihak; pihak pemberi dan pihak penerima. Pihak pemberi dalam usaha memberinya akan selalu mengurangi apa yang ada padanya untuk diberikan kepada pihak penerima. Tetapi, tidak selalu pemberi adalah yang memiliki sesuatu dalam jumlah lebih untuk diberikan kepada penerima. Ada beberapa kesempatan tatkala seseorang yang memiliki sesuatu dalam jumlah pas-pasan, memberikannya kepada penerima. 

Atas hal tersebut di atas, kita dapat membuat kesimpulan sementara bahwa memberi tidak selalu berdasar pada kemampuan (dalam hal kepemilikan sesuatu dalam jumlah lebih) seseorang untuk memberi. Tetapi yang mendorong seseorang untuk memberi ialah kemauan dan kerelaannya untuk memberi. 

Dalam nas khotbah Minggu 10 November ini, firman Tuhan mengajarkan bahwa seseorang yang hidupnya tidak berlebih, bahkan cenderung berkekurangan, dapat dimampukan oleh Allah untuk berbagi apa yang ada padanya kepada orang lain. Pemberi yang dalam nas ini digambarkan sebagai seorang janda yang hanya hidup dari mengumpulkan kayu bakar, dimampukan oleh Allah untuk berbagi kepada Nabi Elia sebagai penerima, yang bukan lain bukan tidak adalah hamba Allah sendiri. 

Jika menelisik lebih dalam cerita dalam nas minggu ini, akan terlihat sekilas bahwa agaknya mustahil jika seorang janda itu dapat berbagi kepada Elia hanya dengan bermodalkan tepung dan minyak yang sedikit itu. Tetapi adalah fakta bahwa firman Tuhan adalah kuat kuasanya. Dua kali Elia menyebutkan kalimat yang disampaikan oleh Allah yang berbunyi kurang lebih: "Tepung dalam tempayan tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli tidak akan berkurang... " (1 Raj. 17:14,16). 

Sebagaimana merupakan teori umum dalam penafsiran Alkitab bahwa pengulangan dapat bermakna sebagai penegasan, maka kalimat Allah yang disampaikan oleh Elia sebanyak dua kali ini, kiranya merupakan penegasan bahwa kasih Allah dan penyertaannya atas hidup manusia tidaklah berkesudahan. Bahwa penyertaan Allah atas hidup Elia hambaNya, dan juga perempuan janda itu tidaklah berkesudahan. Di luar pikiran kedua tokoh itu, tepung dan minyak yang sedikit itu bisa menghidupi mereka, juga anak janda itu bahkan sampai beberapa waktu lamanya (ay.15) . 

Topik minggu "Memberi dari Kekurangan" tergambar jelas lewat cerita dalam nas di atas, di mana dari kekurangannya sendirilah janda tersebut di atas memberi dan berbagi makanan kepada Elia atas perintah dan kehendak Allah. Dan barangkali, yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah perintah dan kehendak Allah; di mana hanya atas perintah dan kehendak Allah tersebutlah hal tersebut bisa terjadi. Seorang yang berkekurangan mampu untuk berbagi adalah peristiwa yang terjadi hanya karena Allah memampukan orang yang berkekurangan tersebut. 

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka penulis menawarkan satu istilah, yakni "The Needing Giver" atau pemberi yang berkekurangan untuk menjadi judul renungan ini. Sejatinya kondisi demikian adalah kondisi yang familiar dalam Alkitab. Paulus misalnya, berkata bahwa di dalam kelemahannya ia beroleh kekuatan. Ia merasa kuat untuk menyebarkan Injil Allah, kendati ia di saat yang bersamaan mengalami kelemahan. Bahkan, Yesus Kristus sendiri yang adalah penyelamat manusia adalah tawanan Pilatus. Yesus yang tertangkap, di saat yang bersamaan adalah Yesus yang melepaskan. Dalam nas ini janda yang membutuhkan di saat yang bersamaan ia memberikan. Kesamaan beberapa peristiwa di atas terletak pada fakta bahwa semuanya terjadi hanya oleh karena kuasa dan kehendak Allah. 

Maka, yang memberi tidak selalu yang mampu (dalam hal memiliki sesuatu dalam jumlah lebih) yang membantu tidak selalu yang lebih kuat, yang melepaskan tidak selalu yang bebas merdeka. Tetapi yang melakukannya adalah mereka yang dalam hatinya ditanami kemauan dan kerelaan oleh Allah. Mereka yang melakukannya adalah mereka yang dipenuhi oleh firman Allah, penyertaan Allah dan kuasa Allah. 

Allah itu sendirilah yang memampukan, "memaukan", " merelakan" manusia untuk kuat dalam kelemahannya, untuk menolong dari ketidakmampuannya, dan untuk memberi dari kekurangannya. 

Marilah hidup dalam kerelaan yang dari Allah untuk memberi kepada sesama. Pemberian kita bukan tentang seberapa banyak yang kita beri, tetapi tentang seberapa rela dan mau kita dibimbing oleh Allah untuk memberi dari apa yang ada pada kita. Jika yang mampu kita beri adalah tenaga dan pikiran, bukan harta maupun kekayaan, maka itu juga berharga di mata Allah. Jika yang mampu kita beri adalah kekuatan kita yang tidak seberapa, pengetahuan kita yang tidak seberapa, itu juga berharga di mata Allah. 

Mari hidup untuk memberi, kepada keluarga, kepada saudara, kepada sesama umat percaya bahkan kepada seluruh ciptaan Allah. 

Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati!

0 Komentar

Terbaru